Sejarah Indonesia bertransisi menjadi negara demokrasi sejak 1998, dan kalau kita definisikan demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas tersebut.
Adapun tujuannya, demokrasi bertujuan untuk memberikan kekuasaan politik kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik dan memilih wakil-wakil mereka dalam pemilihan umum.
Nah apa saja yang menjadi indikator bahwa demokrasi itu berjalan?
Beberapa diantara nya;
1. Adanya pemilu
2. Adanya partai politik
3. Kebebasan dalam demokrasi
4. Kebebasan dalam berbicara
5. Kebebasan pers
6. Kebebasan berorganisasi
Dengan adanya dan berjalannya indikator-indikator ini di negara Indonesia, menandakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, seperti yang sama-sama kita ketahui saat ini bahwa Indonesia (Rakyat Indonesia) tengah disibukkan untuk menyambut pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada tanggal 14 Februari mendatang.
Selain itu, tidak hanya masyarakat Indonesia yang berada di Indonesia saja yang merasakan kegembiraan dalam menyambut pesta pemilu yang akan diselenggarakan dalam beberapa hari mendatang. Tetapi, kegembiraan ini juga turut dirasakan bagi kami masyarakat Indonesia yang tengah berada di luar negeri, seperti saat ini kami mahasiswa Indonesia di Mesir atau yang kerap disebut “Masisir”, juga turut ikut memeriahkan pesta pemilu tahun 2024 ini dari kejauhan.
Tentu ada banyak cara bagi kami anak muda Indonesia yang berada di Mesir untuk turut berpartisipasi di dalam pesta pemilu di 2024 ini. Sebagai anak muda Indonesia kami sadar, bahwa peran kami di pesta pemilu kali ini tidak hanya sekedar menyiapkan administrasi berkas sebagai pemilih, lalu kemudian mendaftarkan diri sebagai pemilih, tetapi lebih daripada itu.
Disini beberapa dari masisir ada yang berpartisipasi melalui keorganisasiannya seperti; mengadakan acara debat antara sesama relawan yang ada disini, menonton acara debat online untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan, serta ada juga yang memberi edukasi atau literasi tentang partai politik melalui media platform pribadinya ataupun melalui media platform keorganisasiannya, seperti yang Al-jauhar lakukan saat ini.
Kali ini Al-jauhar & tim akan membahas topik seputar “Pemilu dan Partai Politik”. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa di kalangan masisir hingga saat ini, sebuah penggolongan ketika berbicara tentang politik itu masih ada. Artinya apa? Artinya masih ada golongan yang pro terhadap politik, juga sebaliknya. Bahkan ada yang sudah di tahap tidak pro dan tidak kontra terhadap politik dan tentunya ini sudah menunjukkan sikap apatis kita sebagai anak muda terhadap politik di negeri sendiri.
Berbicara tentang penyebab terjadinya penggolongan pro dan kontra serta sikap apatis terhadap politik di kalangan masisir ataupun anak muda Indonesia, disebabkan oleh kurangnya literasi terhadap politik atau partai politik itu masih jauh dan sangat minim. Misalnya saja:
1) Partai politik itu apa sih fungsi bagi negara kita?
2) Implikasi terhadap ke kehidupan kita apa sih kalau regulasi nya seperti ini?
Nah, hal-hal yang sifatnya fundamental semacam ini saja masih sangat banyak diantara kita yang belum mengerti ataupun masih belum ingin belajar untuk mengetahui nya sehingga ada banyak keliru fokus yang tanpa disadari terjadi pada kalangan masisir ataupun anak muda menjelang pemilu seperti;
1. Keliru fokus di eksekutif dan individu, lupa dengan pilihan legislatif dan partai.
Sistem politik di Indonesia terbagi 3;
a) Eksekutif, yang terdiri dari Presiden, Gubernur dan Mentri.
b) Legislatif, yang terdiri dari DPR & DPRD.
c) Yudikatif, yang terdiri dari Mahkamah/pengadilan.
DPR dan DPRD ini mempunyai kuasa yang sama besarnya dengan presiden yang mana mereka bisa mengesahkan Undang-undang perda, memonitor kinerja kementerian atau bagaimana anggaran negara dihabiskan. Jadi kalau kita terlalu banyak menghabiskan waktu hanya untuk membicarakan capres dan cawapres saja, sementara di sisi lain pemilihan legislatif sama pentingnya juga, kita akan kehabisan kuota atensi untuk mengkritisi legislatif. Belum lagi kita cenderung langsung loncat ke individunya, kita langsung Google orangnya padahal ada yang lebih penting yaitu partainya, karena partainya yang akan mempengaruhi pembuatan keputusan para anggota legislatif serta koalisi partai menentukan calon presiden dan wakil presiden yang akan menang. Sehingga dari sini apa yang perlu dilihat? Yang perlu dilihat adalah lihat partainya, ideologi yang direpresentasikan seperti apa, tokoh-tokoh penting partainya, generasi bacalegnya, perwakilan generasi muda maupun perempuan partainya, dan paling penting lihat track record voting histori partainya terhadap undang-undang yang telah dikeluarkan dalam 5 tahun sampai 10 tahun ke belakang sampai ke track record korupsi di masing-masing partai.
2. Fanatisme dalam memilih paslon.
Berbagai penelitian sudah menunjukkan bahwa ketika kita terlanjur mengidentifikasi diri sebagai pendukung dari satu entitas tertentu otak kita akan otomatis menjadi defensif terhadap berbagai informasi yang tidak baik tentang entitas yang kita dukung dan kita akan otomatis sulit menjadi tidak kritis dan cenderung fanatis dalam mendukung, kita akan sulit untuk kritis atau terbuka terhadap informasi-informasi yang membuktikan. Padahal penting sekali untuk kita ubah mindset yang dari awalnya fans bacaleg kandidat yang didukung tapi justru menjadi HRD atau recruite, dimana justru kita yang mempunyai kuasa untuk secara kritis dan benar-benar detail dalam mencari tahu siapa orang atau individu yang tepat untuk melaksanakan pekerjaan penting ini yaitu menjadi presiden dan anggota legislatif.
Maka, kita sebagai anak muda dan penyumbang suara di pemilu, sangat perlu disadari dan dipahami bahwa hal ini sangat penting, dan bukan main-main.
Penulis: Erisusan
Editor: Fathiah Salsabila
Pimpinan Umum: Putri Nilam Sari