Jalan yang Tak Disangka

Oleh: Raj Afif Thaifury

Pemuda berpeci putih dengan baju koko menenteng tas sandang barunya berwarna biru, sebut saja ia Raja. Ia sedang berjalan menyusuri jalan setapak diantara imaroh-imaroh yang kumuh menuju mahattoh. Hari-harinya dilalui seperti biasa pergi ke kuliah dan majelis-majelis ilmu. Sejak awal berangkat ia merasakan hal yang aneh dan seperti ada yang kurang. Namun, ia membiarkan hal itu seakan angin lalu. Ia berusaha menjadi seorang yang produktif tanpa ada waktu yang terbuang sia-sia baginya.
                                      ☆☆             ☆☆
Panas begitu menyala dengan teriknya matahari seolah langit sangat tipis, tak ada awan yang menyelimuti panasnya bertiup angin lembut membawa hawa kering. Matahari suka berlama-lama di atas dan memberi waktu yang sedikit untuk bulan menetap. Terlihat Raja turun dari tremko membawa tas sandang dan dapat dipastikan isi dari tasnya adalah kitab-kitab yang ia pelajari di hari ini. Sebelum belajar ia pergi ke sebuah warung tokmiyah untuk makan siang. “Yaa ammu ana a’iz isy tokmiyah ala batotis wahid,”¹ ucap Rafa pada paman penjual tokmiyah. “Takul hina aw fiil bait?”² Ammu itu bertanya. “Akul fiil bait.”³ Raja berencana untuk makan nanti sebelum nanti masuk ke majelis pembelajaran.


Ketika ia dalam perjalanan menuju madhiyafah. Ia melihat seorang pak tua di pinggir jalan terlihat sedang kelaparan dan pak tua itu menunjuk-nunjuk plastik makanan yang Raja bawa. Karena merasa iba dan kasihan Raja pun memberi makan siangnya kepada pak tua itu. “Kullu sanah antum thoyyibun, yaa shodiiq,”⁴ ucap pak tua itu dengan senyuman yang lebar setelah ia memberikan tokmiyah yang tadi dibelinya.

Kemudian aku lanjut berjalan menuju madhiyafah. “Guk.. guk.. guk..” tiba-tiba terdengar suara anjing berlari menggonggong dari belakang dan mengejar Raja. Rafa pun berlari dengan terengah-engah.

BRUK! Raja terjatuh di jalan aspal sehingga celana yang ia gunakan sobek pada bagian lutut dan lututnya sedikit berdarah. Anjing yang tadi mengejar berjarak satu meter di belakang Raja, kebetulan di belakang Raja ada sebuah kayu balok yang agak besar. Ia pun menggunakannya untuk melawan anjing itu. Ia memegang balok sambil mengusir anjing itu.

Tapi, anjing itu tak kunjung pergi dan terus menggonggong. Raja langsung melempar kayu itu dan mengenai anjing itu, baru anjing itu pergi. Ya Allah, kenapa jadi begini ya Allah, padahal Rafa baru saja berbuat baik, ucap Raja dalam hati sambil mengelap luka di lututnya. Tak perlu berjalan lebih jauh Raja pun sampai di madhiyafah.

Tibanya di madhiyafah, ternyata madhiyafah sudah hampir penuh dan hanya muat sekitar tiga orang. Begitu Raja masuk, di belakang Raja menyusul dua orang. Dan madhiyafah telah penuh sehingga tidak bisa menampung orang lagi. Beberapa orang yang terlambat hanya bisa berdiri di luar madhiyafah dengan panas teriknya matahari. “Ya allah ternyata melalui perantara hewan tadi engkau memberi rahman-Mu kepada hambaMu ini,” ucap Rafa dalam hati.

Pulang dari madhiyafah, Raja berencana ingin pulang menggunakan ojek online. Betul dugaan Raja, bahwa ia meninggalkan handphone-nya di rumah. Oleh karena itu, Raja terpaksa berjalan kaki terlebih dahulu sebelum menuju mahattoh. Sampainya di mahattoh Raja tidak menemukan tremko, memang sedikit tremko di waktu menjelang magrib. Raja pun beralih untuk menaiki bus, bus delapan puluh coret yang ia naiki dengan salah satu tujuanHay Asyir.

Raja mengambil kursi yang di depan, dekat dengan supir dan dekat dengan pintu bus. Begitu bus berhenti, tiba-tiba dari belakang ada orang yang merogoh kantung celana Raja sambil berlari turun dari bus dengan cepat. Orang itu mengenakan topi dan masker, Raja pun terkejut karena saat itu ia tengah mengantuk dan berteriak, “Haromi… Haromi…”⁵ orang-orang tak sempat mengejar, karena begitu turun sudah ada temannya yang menunggu dengan mengendarai sepeda motor. Beruntung saja Raja tidak membawa handphone-nya, yang biasa ia simpan di sakunya. Alhasil, Raja hanya kehilangan uang 10 pounds. Beberapa orang Mesir menghampiri dan menanyakan keadaannya.
                                    ☆☆                 ☆☆
Di sunyi malam, sajadah berbentang air mata menetes di pipi kala Raja sedang melaksanakan tahajud. “Kini, aku paham Allah menggunakan cara lain yang mungkin cara itu kurang disukai oleh seorang hamba, untuk memberikan kasih sayang pada hambanya,” ucap Raja dengan menghilangkan perasaan buruknya dan selalu menyalahkan takdir yang ia pun belum tahu ujungnya.

Editor: Fathiah Salsabila

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *