SEMA-FSQ Angkat Isu Dinamika Demokrasi Nasional lewat Dialektika Politik dan Konstitusi

Ksmrmesir.org – Sabtu (13/9), suasana Zone Cafe tampak berbeda dari biasanya. Tempat yang kerap menjadi ruang santai bagi para masisir itu menjelma menjadi arena dialektika melalui agenda bertajuk “Dialektika Kekuasaan dan Politik dalam Bingkai Konstitusi: Refleksi Tiga Pilar Kekuasaan NKRI di Tengah Dinamika Demokrasi.”

Di tengah derasnya isu politik nasional, Senat Mahasiswa Fakultas Syariah dan Qanun (SEMA-FSQ) menghadirkan forum diskusi umum dengan tujuan memberikan pemahaman tentang kondisi bangsa, sekaligus menelusuri akar dari berbagai kericuhan yang muncul belakangan ini.

Ust. Aryadi Syahputra, Lc., M.A. selaku pemateri menyampaikan pandangannya mengenai sikap kritis masyarakat terhadap dinamika politik terkini. Menurutnya, gelombang peristiwa politik yang terus bergulir telah memuncak hingga melahirkan seruan keras dari rakyat, salah satunya desakan untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Apakah tuntutan rakyat agar DPR dibubarkan wajar atau berlebihan?” tanyanya kepada audiens. Ia mengajak peserta forum untuk melakukan refleksi, menelusuri pemicu keresahan masyarakat yang selama ini terpendam. Ust. Aryadi kemudian menyinggung Pasal 69 UUD MD3 Nomor 17 Tahun 2014 tentang hak dan kewajiban anggota DPR. “Fungsi legislatif seharusnya mencerminkan aspirasi rakyat dan menghadirkan undang-undang demi kemaslahatan umum, bukan untuk kepentingan penguasa,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti sederet kebijakan kontroversial yang lahir dari produk legislasi beberapa tahun terakhir. “Ini hanyalah sebagian kecil dari persoalan yang muncul. Mulai dari revisi Undang-Undang KPK tahun 2019, Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) Nomor 3 Tahun 2022, hingga manuver DPR yang berupaya mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden pada tahun 2024, serta yang terbaru mengenai Undang-Undang Kementerian Negara,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa kemarahan masyarakat bukanlah hal yang berlebihan. “Bahkan, seandainya kita tidak merasa marah, justru patut dipertanyakan: ada apa sebenarnya dengan nurani kita? Sebab yang terjadi di hadapan kita adalah sebuah kemungkaran politik yang tidak boleh dibiarkan begitu saja, melainkan harus dikoreksi dan diubah menuju arah yang lebih adil dan sesuai dengan semangat konstitusi.”

Diskusi yang berlangsung hangat itu semakin hidup dengan sesi tanya jawab. Beberapa peserta mengangkat isu mengenai kualifikasi anggota DPR, sementara yang lain menekankan pentingnya kesadaran berpolitik di tengah masyarakat.

Sebagai penutup, seorang peserta menyampaikan kesimpulan yang mencerminkan semangat forum tersebut. “Kita harus berani mengkritisi setiap kebijakan yang ada, sekaligus memahami pasal-pasal UUD yang problematik,” ujarnya.

Reporter: Rama Maha Putra
Editor: Raihana Salsabila

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *