Ketika Cinta Dibicarakan dengan Waras: PCIA & BCB Azhar Gelar Seminar Pra-Nikah untuk Masisirwati

Ksmrmesir.org (15/8) — Sore itu, Aula Markaz Dakwah Muhammadiyah Mesir terasa begitu hangat. Puluhan masisirwati duduk bersama memenuhi ruangan, menyimak satu demi satu kalimat yang terucap dalam sebuah ruang diskusi langka: seminar pra-nikah khusus perempuan.

Acara yang digagas oleh Keputrian Pimpinan Cabang Istimewa Aisyiyah (PCIA) Mesir bekerja sama dengan Beasiswa Cendekia Baznas (BCB) Al-Azhar ini mengangkat tema unik, “Cinta dengan Kejelasan, Berhubungan dengan Waras, untuk Menemukan Cinta yang Selaras.” Tema yang sederhana, namun menyentuh inti pencarian setiap jiwa.

Ketua pelaksana, Ummu Mujahid, dalam sambutannya menegaskan tujuan dari seminar tersebut.

“Kegiatan ini lahir dari keresahan sebagian kita terutama wanita-wanita diumur masuk dua puluhan. Menanggapi pertanyaan-pertanyaan kesiapan untuk menikah, tema ini kita harapkan mampu menjadi bekal di kemudian hari dan menemukan jawaban, apakah ada waktu yang tepat, atau bagaimana cara menemukan pasangan yang tepat,” tuturnya.

Seminar dipandu oleh moderator Azi Syifa dan menghadirkan narasumber utama, Hamidah Hasan Basri, Lc., Dipl. Acara dibuka dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an, lalu dilanjut dengan penyampaian materi.

Dalam paparannya, Ustadzah Hamidah menekankan bahwa pernikahan bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan panjang yang harus dijalani dengan niat ibadah. “Nikah itu penyempurna ibadah, pelindung dari penyimpangan, dan jalan untuk membangun keluarga yang harmonis sekaligus generasi unggul,” ungkapnya.

Ia lalu merinci tujuh bekal penting menuju pernikahan: niat ibadah, pemilihan pasangan selaras dengan syariat, restu keluarga, bekal ilmu dan spiritual, perbaikan akhlak, kesiapan fisik-mental, serta komitmen rumah tangga.

Lebih dari sekadar teori, materi juga membawa peserta merenungi realitas. Tentang syahwat yang harus dijaga, tentang kafaah (kesetaraan) yang mesti dipertimbangkan, hingga tentang komunikasi efektif dan kesiapan mental. “Pernikahan itu ibarat puzzle. Disusun seumur hidup. Dan hanya Al-Qur’an serta Hadis yang bisa menjadi petunjuk menyusunnya,” pesannya penuh makna.

Tak berhenti di sana, seminar juga menyinggung tentang keluarga harmonis dan parenting Islami. Ustadzah Hamidah bahkan mencontohkan praktik yang ia terapkan dalam keluarganya, mulai dari menanamkan murottal sejak dini hingga mengenali potensi anak, sehingga peserta diajak memahami bahwa pernikahan bukan sekadar menyatukan dua insan, melainkan membangun peradaban kecil bernama keluarga.

Suasana semakin cair saat sesi tanya-jawab dibuka. Diskusi berlangsung hangat, menandakan bahwa pernikahan bukan sekadar wacana, melainkan kebutuhan nyata di tengah kehidupan masisir yang jauh dari tanah air.

Siapa yang tahu jauhnya perjalanan, maka dia akan bersiap. Bukan untuk membuat ingin cepat-cepat menikah, tetapi untuk bersiap ketika sudah harus menikah.

Reporter: Raihana Salsabila
Editor: Fikih Azali

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *