Ksmrmesir.org (19/7) — Pelajar Islam Indonesia (PII) Mesir menggelar acara Hardisk (Hari Diskusi) dengan mengangkat tema “Geopolitik Timur Tengah dan Posisi Mahasiswa Diaspora: Antara Netralitas, Solidaritas, dan Peran Kritis.” Bertempat di kafe belakang Nadi Qoumi, kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai latar belakang, serta menghadirkan tiga pemantik utama: Dr. Rahmat Aming Lasim (Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Kairo), Fathan Winarto, dan Fawaid Zuhri, dengan Mabrur El Faruq sebagai moderator.
Dalam pemaparannya, Dr. Aming menekankan pentingnya sikap mahasiswa diaspora dalam merespons isu-isu geopolitik, khususnya terkait negara tempat tinggal seperti Mesir.
“Kalau tidak paham secara mendalam, lebih baik bersikap netral. Karena kita ini sedang dititipi tempat untuk belajar, jangan sampai malah kita bakar tempat itu sendiri,” tegasnya.
Pernyataan ini merespons kecenderungan sebagian mahasiswa yang menyuarakan kritik secara terbuka tanpa dilandasi pemahaman menyeluruh atas konteks politik dan diplomasi kawasan.
Meski demikian, Dr. Aming menilai sikap kritis tetap dibutuhkan, asalkan dibangun di atas data dan fakta, bukan sekedar dorongan emosi atau tekanan wacana.
“Boleh kritis, tapi tahu data. Faktanya, Mesir mendukung Palestina. Mesir juga terus membuka jalur Rafah untuk bantuan kemanusiaan ke Gaza. Ini bukan soal ikut narasi, tapi soal membaca realitas politik secara utuh,” jelas beliau.
Para pemantik lainnya turut memperkaya diskusi dengan membahas posisi mahasiswa sebagai entitas intelektual diaspora: bagaimana menjaga nalar kritis tanpa kehilangan sensitivitas kontekstual, serta bagaimana membingkai solidaritas yang tidak mengorbankan stabilitas dan kesempatan belajar yang dimiliki hari ini.
Hardisk kali ini menunjukkan bahwa isu geopolitik bukan sekadar ranah elite, melainkan menjadi ruang refleksi aktif bagi mahasiswa diaspora untuk terus mengasah pemahaman, menentukan posisi, dan menjaga tanggung jawab keilmuan maupun kebangsaan.
Reporter: Fahmi Akbar
Editor: Raihana Salsabila