Penulis: Habib Yusuf Saifullah
Editor: Khadijah Buma
Angin segar dari hutan berhembus melintasi rumah Stefi melalui jendela-jendela, bak melambaikan tangan, angin tersebut meniup rambut Stefi yang terurai panjang seakan-akan hutan memanggilnya untuk bermain bersama, Stefi yang merasakan hal itu langsung memasang raut wajah yang penuh semangat, dengan kemeja putih dan rompi coklat jahitan nenek, Stefi berlarian di halaman depan bertolak menuju rumah sahabat dekatnya yaitu, Santania.
Stefi adalah orang yang tidak sabaran, ia sempat menginjak genangan air di tengah perjalanannya menuju rumah santania, celana yang ia kenakan pun terkena cipratan air kotor dari genangan tersebut, akan tetapi Stefi tidak menghiraukannya dan langsung bergegas kembali.
Tak lama berselang, Stefi tiba di rumah Santania.
“Santania..! Santania…! Aku ada sesuatu yang menarik loh!” ujar Stefi sambil mengetuk pintu.
Karena mendengar suara dari sahabatnya yang datang, nggak sampai sedetik Santania langsung membukakan pintu untuknya. “wihh, emang ada apa tu stef? Kali ini bukan yang aneh-aneh lagi kan?” Santania curiga karna Stefi suka melakukan yang aneh-aneh sebelumnya.
“Kali ini aman kok, ada sesuatu yang menarik dari hutan, aku merasakan seolah-olah hutan ingin menunjukkan sesuatu yang luar biasa pada kita,” Stefi meyakinkan.
“Hutan, oh berarti pesannya sudah sampai ya?” Santania bertanya.
“Maksudnya stef?” Stefi bingung.
“Itu pertanda memang ada sesuatu yang menarik di hutan, karena beberapa hari yang lalu aku baru berkunjung ke sana, aku juga yakin kamu akan menjumpai sesuatu yang menarik juga hahaha,” Santania meyakinkan sambil tertawa.
“Oh gitu baiklah, mari kita mulai perjalannya, hahaha,” ujar Stefi sambil tertawa dengan penuh energi dan semangat.
“Oke Step, mari kita mulai!” Ujar Santania sambil mengambil langkah besar ke depan memimpin perjalanan kali ini.
Setelah diguyur hujan tadi pagi, kini langit pun menunjukkan kecerahannya yang indah sehingga tampak kupu kupu hinggap dari bunga ke bunga, terdengar indah siulan burung di pohon dan katak meloncat kesana kemari di pinggir sungai menemani perjalanan mereka.
“Kamu kelihatannya suka ya pakai baju itu, sudah beberapa hari kulihat kamu mengenakan baju ini,” ujar Stefi sambil menunjuk baju biru yang dikenakan Santania.
“Iya step, cocok nggak baju ini denganku?” Santania tersenyum malu.
“Cocok dong, cantik banget kamu memakainya,” ujar Stefi sambil memberi jempol. Santania pun tersenyum bahagia setelah dipuji oleh sahabatnya.
Beberapa waktu kemudian mereka pun sampai di hutan tujuan, mereka memasukinya dengan jiwa yang semangat dan hati yang gembira.
Di tengah perjalanan mereka di dalam hutan, mulai terasa hawa-hawa yang aneh, senyum lebar Stefi yang tadi pun mulai pudar, Stefi segera melihat ke segara arah hingga ke ranting-ranting pohon, suasana yang berubah drastis saat itu membuat Stefi merinding, hal ini tidak ia rasakan tadi. Hutan yang awalnya ia anggap sebagai tempat menyenangkan ternyata tidak seperti bayangannya.
Kejadian yang menyeramkan itu membuat Stefi takut untuk melangkah seakan-akan kakinya membeku tak berkutik, situasi tersebut diperparah ketika Stefi sadar bahwa Santania tak lagi berada di sisinya, hal ini membuat Stefi terduduk tak berdaya.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara Santania samar-samar.
“Stefi…!Stefi..! Ayo ke sini!” Ujar Santania dari kejauhan.
Stefi yang bingung mau melakukan apa lagi merasa sedikit lega karna mendengar suara sahabatnya yang memanggil dirinya, ia pun segera menghampiri sahabatnya tersebut.
Akhirnya Stefi pun tiba di mana Santania tadi memanggilnya, di sana terdapat Santania yang sedang tersenyum lebar berdiri di samping jasad perempuan dengan warna pakaian yang sama persis dengannya, mata Stefi terbelalak melihat situasi tersebut dan suaranya seolah-olah tersangkut di krongkongan, hal mengejutkan ini membuat Stefi sadar yang telah memanggil ia agar pergi ke hutan adalah sahabatnya yang telah wafat beberapa hari lalu.