Ksmrmesir.org – UNIFIL dibentuk pada 1978 sebagai pasukan sementara untuk membantu memulihkan perdamaian di kawasan perbatasan tepatnya di Lebanon Selatan, sebagai konfirmasi penarikan pasukan Israel dari Lebanon.
Sejak 23 September kemarin, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran di Lebanon terhadap apa yang diklaimnya sebagai target Hizbullah. Mereka menewaskan sedikitnya 1.500 orang, melukai lebih dari 4.500 orang lainnya, dan membuat lebih dari 1,34 juta orang mengungsi.
Serangan udara tersebut merupakan eskalasi dari perang lintas batas selama setahun antara Israel dan Hizbullah. Situasi ini diawali dengan penyerangan hamas di Jalur Gaza, di mana Israel telah menewaskan 42.300 orang. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Meskipun ada peringatan internasional bahwa Timur Tengah berada di ambang perang regional di tengah serangan gencar Israel terhadap Gaza dan Lebanon, Israel tetap memilih memperluas konfliknya dengan meluncurkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.
Israel kembali serang pangkalan misi penjaga perdamaian PBB di Lebanon di Naqoura, total sekitar 15 orang anggota UNIFIL dikabarkan terluka. Dari 10.000 pasukan penjaga perdamaian yang dimiliki UNIFIL dari berbagai negara, Indonesia ikut andil dalam misi perdamaian tersebut dengan mengirim pasukan sekitar 1.200 prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).
PBB melaporkan dua penjaga perdamaian PBB asal Indonesia juga terluka akibat tembakan tank dari Israel di selatan Lebanon. Kamis (10/10)
Begitu mendengar kabar penembakan personel TNI, Menlu Retno Marsudi yang sedang mengikuti konferensi tingkat tinggi (KTT) Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) di Vientiane, Laos, langsung buka suara dan memberi peringatan keras.
“Indonesia dengan tegas mengutuk serangan tersebut. Serangan terhadap personel dan properti PBB merupakan pelanggaran besar terhadap Hukum Humaniter Internasional,” tegas Retno, Jumat (11/10/2024).
Retno menyatakan, Pemerintah Indonesia mendorong semua negara untuk menghormati Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701. Isi resolusi ini adalah seruan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah, yang disetujui oleh 15 negara anggota DK PBB pada 11 Agustus 2006.
Kecaman serupa datang dari Menteri Pertahanan Italia. Sebagai salah satu negara yang mengirim personel tentara ke UNIFIL, Guido Crosetto juga menyebut aksi Israel tidak bisa ditoleransi. “Serangan dan insiden lain yang menurut UNIFIL dilakukan Israel dapat dianggap sebagai kejahatan perang,” tegas Crosetto dikutip dari AFP, Jum’at (11/10/2024).
Crosetto menyebut, Italia memiliki lebih dari 1.000 tentara dalam pasukan UNIFIL yang berkekuatan 10.000 orang di Lebanon Selatan. Oleh karena itu, pihaknya meminta Israel menjelaskan maksud dari serangan tersebut, karena dipandang sebagai bentuk kesengajaan.
“Kesalahan apa pun yang dapat membahayakan tentara, baik Italia maupun UNIFIL, harus dihindari,” katanya.
Erdogan dalam pernyataan terbarunya sebagaimana dilansir AFP, Selasa (15/10/2024), menyebut PBB juga disalahkan karena gagal memberikan sanksi terhadap Israel atas perangnya dengan Hizbullah di Lebanon dan dengan Hamas di Jalur Gaza.
“Citra PBB yang tidak bisa melindungi personelnya sendiri sungguh memalukan dan mengkhawatirkan,” cetus Erdogan dalam pernyataan terbaru yang disiarkan di televisi lokal Turki.
“Sejujurnya, kita bertanya pada diri kita sendiri, apa yang ditunggu oleh Dewan Keamanan (PBB) untuk menghentikan Israel,” ucapnya.
“Bisakah Anda mempercayainya? Tank-tank Israel menembus zona UNIFIL, menyerang tentara-tentara penjaga perdamaian, bahkan melukai beberapa dari mereka, tapi Dewan Keamanan PBB memutuskan hanya menyaksikan semua kriminalitas ini dari posisinya — itulah yang kita sebut ketidakberdayaan,” sebut Erdogan.
Penulis: Muhammad Albar
Editor: Raihana Salsabila